Kajian Ahad Pagi, Ketua Pengadilan Negeri Waingapu Kupas Hukum Pidana Dalam Rumah Tangga

SAMSUMBA.com - Ketua Pengadilan Negeri (PN) Waingapu, Catur Bayu Sulistiyo, SH. menyampaikan materi pada Kajian Ahad Pagi (4/5/2025). Bertempat di Masjid Al-Muhajirin Pakamburung Waingapu, materi yang dikupas adalah hukum pidana dalam rumah tangga.

“Di dalam rumah tangga dilarang melakukan kekerasan fisik, kekerasan psikis dan kekerasan seksual serta penelantaran. Baik suami kepada istri maupun istri kepada suami, juga orang tua kepada anak. Pelakunya dapat dipidana,” ujarnya.

Dijelaskannya, seorang suami dapat dijatuhi hukuman pidana bila melakukan kekerasan fisik kepada istri yang menimbulkan luka atau rasa sakit, seperti memukul dan menendang. Begitu juga dapat dipidana, jika melakukan kekerasan psikis yang merendahkan martabat, menghina dan berkata-kata kasar yang berdampak psikologis.

“Suami dapat dipidana apabila melakukan kekerasan seksual. Walaupun istri wajib melayani suami, tetapi suami tidak boleh memaksa. Hubungan seksual harus dilakukan dengan keikhlasan kedua belah pihak, jangan sampai ada pemaksaan,” tegasnya.

Ditambahkannya, suami dapat dihukum pidana kalau melakukan penelantaran atau mengabaikan tugas sebagai suami dan tidak memenuhi kewajibannya.

Tindak pidana dalam rumah tangga tidak hanya dapat dilakukan oleh suami kepada suami, namun juga oleh istri kepada suami. Bahkan oleh orang tua kepada anak.

“Tidak kita sadari, kadang kita melakukan kekerasan fisik kepada anak, seperti menampar, memukul dan mencubit. Itu dapat dijatuhi hukuman pidana. Dulu sewaktu kecil kita mungkin pernah dipukul oleh orang tua, dicambuk ketika kita nakal, dikunci di kamar mandi. Itu biasa. Namun sekarang sudah berbeda zamannya. Kita harus meninggalkan hal-hal itu, walaupun itu untuk mendidik anak. Kita harus menggunakan cara lain yang lebih sesuai dengan usianya dan sesuai zamannya,” terang Ketua PN Waingapu.

Tindak pidana kepada anak, lanjutnya, juga bisa dalam bentuk bullying atau mengolok-olok. Misalnya memanggil dengan panggilan sesuai fisiknya, seperti cempluk atau gendut. Mungin waktu kecil kelihatan lucu. Tetapi seiring berjalannya waktu, anak itu menjadi remaja dan bersosialisasi. Panggilan-panggilan itu bisa membuat anak menjadi malu, rendah diri dan tidak percaya diri, maka harus ditinggalkan.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa orang tua dapat dijatuhi hukuman pidana tidak saja melakukan penelantaran secara ekonomi atau tidak menafkahi anaknya. Lebih dari itu, juga melakukan eksploitasi secara ekonomi.

“Orang tua tidak boleh mengeksploitasi anaknya sebab anak mempunyai hak untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi usianya. Anak itu boleh bekerja, tetapi tidak pada pekerjaan yang membahayakan, seperti kerja di pertambangan. Juga, anak-anak tidak boleh bekerja di malam hari. Apalagi, anak-anak yang masih di bawah umur,” tandasnya.

Di akhir pemaparan, Ketua PN Waingapu mengingatkan bahwa orang-orang dalam rumah tangga tidak hanya suami, istri dan anak. Akan tetapi meliputi setiap orang yang hidup bersama dalam satu rumah, termasuk saudara, keponakan dan asisten rumah tangga. Maka, dipesankan untuk memperlakukan mereka secara baik.

Sebelum ditutup, jamaah diberi kesempatan mengajukan pertanyaan untuk memperdalam materi. Banyak pertanyaan muncul dari jamaah. Setelah dipandang cukup, kajian ditutup dan dilanjutkan dengan menikmati kopi dan teh serta aneka gorengan sambil berbincang-bincang santai di serambi masjid. (yad)

“Aku tidak bermaksud kecuali melakukan perbaikan yang membawa kebaikan bagi semua orang sesuai kesanggupan dan kemampuanku. Dan yang memberi pertolongan untuk mencapai tujuan itu hanyalah Allah” (Al-Quran, Surat Hud Ayat 88)