SAMSUMBA.com - Madrasah Aliyah (MA) Safinatunnajah Salura kembali menunjukkan peran strategisnya dalam kehidupan masyarakat. Setelah sebelumnya menjadi pusat peringatan HUT Ke-80 Kemerdekaan RI se-Pulau Salura, kini menjadi tempat penyelenggaraan sidang Pengadilan Agama Waingapu.
Sidang di luar gedung pengadilan atau biasa disebut sidang keliling yang digelar pada Senin (22/9/2025) ini menangani delapan perkara asal usul anak. Selama ini banyak anak di Salura yang akta kelahirannya hanya mencantumkan nama ibu. Melalui penetapan pengadilan, orang tua berharap nama ayah juga bisa tercatat dalam akta, sehingga hak-hak anak terlindungi secara utuh baik secara hukum maupun administrasi.
Ketua Pengadilan Agama Waingapu, H. Fahrurrozi, menyampaikan terima kasih kepada Kepala MA Safinatunnajah beserta dewan guru yang telah membantu mewujudkan penyelenggaraan sidang di Salura. Mereka menginformasikan kepada masyarakat lalu mendata pasangan suami istri yang mempunyai masalah pada akta kelahiran anak-anak.
“Sejak Pengadilan Agama Waingapu berdiri, baru kali ini berhasil mengadakan sidang di Pulau Salura. Ini berkat kerja sama dengan MA Safinatunnajah Salura,” tegasnya.
Masyarakat Salura menyambut sidang ini dengan penuh antusias. Kepala MA Safinatunnajah, Sri Hartati
Saleh, merasa bangga madrasahnya dipercaya menjadi lokasi persidangan.
“Madrasah bukan hanya wadah pendidikan, tetapi juga rumah besar bagi
kepentingan umat. Kami bersyukur bisa membantu masyarakat memperoleh akses
hukum yang lebih dekat,” ujarnya.
Dijelaskan bahwa di antara
peserta sidang terdapat guru madrasah sendiri dan orang tua murid. Hal ini
menunjukkan bahwa madrasah benar-benar menjadi bagian dari denyut nadi
masyarakat, tidak hanya untuk mendidik generasi muda, tetapi juga untuk
memfasilitasi kebutuhan hukum warganya.
Ia berharap kegiatan seperti
ini bisa berlanjut, mengingat masih banyak warga yang menghadapi persoalan
hukum, namun terkendala jarak untuk menjangkau kantor Pengadilan Agama Waingapu. Selama ini, perjalanan dari Salura ke Waingapu harus ditempuh dengan
perahu sekitar satu jam menuju Katundu, lalu dilanjutkan perjalanan darat
delapan hingga sembilan jam menggunakan truk pedesaan. Kondisi ini membuat
banyak persoalan hukum akhirnya dibiarkan begitu saja.
Kehadiran sidang di
madrasah telah membuka jalan baru bagi masyarakat untuk mendapatkan keadilan
tanpa harus mengorbankan biaya dan waktu yang besar. Madrasah menjadi simbol
bahwa pendidikan Islam tidak hanya mencetak generasi cerdas, tetapi juga hadir
nyata dalam menjawab kebutuhan sosial masyarakat.
Sidang di MA Safinatunnajah menjadi bukti sinergi yang baik antara lembaga peradilan dan
lembaga pendidikan. Madrasah tidak hanya berfungsi sebagai tempat belajar,
tetapi juga sebagai pusat pelayanan umat yang menghadirkan solusi, termasuk
dalam memastikan akses keadilan bagi masyarakat hingga ke pulau terluar. (fa)