Khotbah Jumat Ketua Pengadilan Agama Waingapu: Pancasila Harus Hidup dalam Perilaku Sehari-hari

SAMSUMBA.com - Ketua Pengadilan Agama (PA) Waingapu, H. Fahrurrozi Zawawi mengajak jamaah shalat Jumat untuk menjadikan Hari Kesaktian Pancasila sebagai momentum memperkuat komitmen kebangsaan. Menurutnya, Pancasila tidak cukup hanya dihafalkan atau diperingati setiap tahun, tetapi harus benar-benar dihidupkan dalam sikap dan perilaku sehari-hari.

Dalam khotbah Jumat di Masjid Al-Muhajirin Pakamburung Kabupaten Sumba Timur, Jumat (3/10/2025), ditegaskan bahwa nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam lima sila itu sejalan dengan ajaran agama dan harus diamalkan oleh setiap warga negara.

Dijelaskan bahwa berketuhanan sesuai sila pertama, berarti menghadirkan Tuhan dalam kehidupan. “Waktunya shalat, kita lakukan shalat karena itu perintah Tuhan. Sebagai pejabat atau orang yang mendapat kepercayaan orang banyak, tunjukkan sebagai orang yang berketuhanan, tidak menyia-nyiakan kepercayaan, tidak korupsi atau mengambil barang yang bukan haknya, jangan seperti orang yang tidak berketuhanan,” ungkapnya.

Lebih lanjut Ketua PA Waingapu menerangkan bahwa sila kedua dari Pancasila menekankan pentingnya memanusiakan sesama. Mengutip Sam Ratulangi, pahlawan asal Sulawesi Utara, bahwa manusia baru disebut manusia jika sudah mampu memanusiakan manusia lain.

“Karena itu, mari kita perlakukan orang lain secara manusiawi, termasuk kepada keluarga terdekat. Kepada istri, bicara yang baik, perlakukan dengan baik, jangan dibentak-bentak, jangan ada kekerasan, jangan dipukul atau dihajar. Manusiakan istri! Begitu juga kepada tetangga, jangan sakiti, jangan kotori tanah tetangga dengan sampah kita, bicara yang baik, berperilakulah yang baik!” pesannya.

Para jamaah diingatkan agar tidak pernah menghina, merendahkan atau menjelek-jelekkan orang lain karena hal itu bertentangan dengan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.

Selanjutnya, Hakim asal Pati Jawa Tengah itu menegaskan pentingnya menjaga persatuan Indonesia sesuai sila ketiga. Menurutnya, sejak awal Republik Indonesia dibangun di atas perbedaan suku, bahasa dan agama. Perbedaan bukan untuk dipersoalkan atau dijadikan alasan untuk pecah, melainkan sarana untuk saling mengisi dan melengkapi.

“Kita hidup di Nusa Tenggara Timur (NTT) ini sudah terbiasa dengan perbedaan. Dalam satu rumah kadang penghuninya berbeda agama. Orang tua beragama Kristen, anaknya beragama Islam. Kakaknya beragama Katolik, adiknya beragama Islam. Kita sudah terbiasa hidup rukun damai. Maka, kita harus terus merawat persatuan ini,” tegasnya.

Ketua PA Waingapu kemudian mengingatkan para jamaah tentang pentingnya mengedepankan musyawarah sebagaimana nilai sila keempat Pancasila. Urusan orang banyak, katanya, tidak boleh diputuskan secara sepihak, baik di tingkat pusat, daerah, bahkan hingga lingkup kecil seperti RT/RW atau organisasi masyarakat, termasuk urusan masjid.

“Sila keempat mendorong setiap warga negara untuk mengedepankan permusyawaratan. Jangan ada pemaksaan kehendak, otoriter. Semua yang terkait urusan orang banyak, hendaklah dimusyawarahkan untuk mencari jalan keluar yang terbaik,” ujarnya.

Ditambahkannya, musyawarah hanya akan berjalan baik jika dilandasi keterbukaan. Para pengelola urusan publik, apalagi yang menyangkut uang orang banyak, wajib transparan dan tidak boleh mengelolanya seperti uang pribadi.

“Pepatah Arab menyebutkan, an-nasu a‘da’u ma jahilu, manusia itu adalah musuh dari apa yang tidak diketahui. Fitrah manusia selalu ingin tahu apa-apa yang tidak diketahui. Maka terbukalah, sampaikan keuangan itu secara terbuka supaya tidak ada yang curiga,” tandasnya.

Setelah itu, diuraikan kandungan sila kelima Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Republik ini, katanya, berdiri untuk menghadirkan keadilan bagi semua, bukan hanya untuk mereka yang tinggal di kota-kota besar atau di daerah tertentu. Karena itu, pembangunan harus memperhatikan wilayah terluar, terpinggirkan dan sulit dijangkau, termasuk NTT.

“Kita pun di kabupaten ini jangan hanya berkonsentrasi mengurus mereka yang tinggal di Kota Waingapu. Ingat, di luar sana masih banyak saudara kita yang hidup susah dan memerlukan uluran tangan. Ada saudara kita di Salura, Benda, Kaliuda, Tapil, Tanaraing dan masih banyak lagi. Seluruh rakyat Indonesia adalah satu bangsa yang sama-sama berhak menikmati kesejahteraan dan kebahagiaan,” ucapnya.

Di akhir khotbahnya, Ketua PA Waingapu berpesan agar Hari Kesaktian Pancasila dijadikan tonggak untuk benar-benar mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan nyata. Pancasila akan menunjukkan kesaktiannya bila sungguh-sungguh dipraktikkan oleh seluruh rakyat Indonesia dalam perilaku sehari-hari. Kekuatan Pancasila terletak pada keberanian rakyat untuk menjadikannya pedoman hidup bersama. (sam)

“Aku tidak bermaksud kecuali melakukan perbaikan yang membawa kebaikan bagi semua orang sesuai kesanggupan dan kemampuanku. Dan yang memberi pertolongan untuk mencapai tujuan itu hanyalah Allah” (Al-Quran, Surat Hud Ayat 88)